Saya
sebenarnya orang yang amat takut pada jarum suntik. Saking takutnya
sampai-sampai balita saya yang menemani ke bidan saat mau di KB suntik
berkomentar, “Nda jangan takut, kan ada Aa ….” Kelihatan banget bundanya
ketakutan hehe ….
Lalu,
bagaimana ceritanya hingga saya jadi akrab dengan jarum akupuntur?
Sebentar,
pelan-pelan dulu ceritanya. Saya akan ceritakan dari awal perkenalan dengan
jarum akupuntur.
Beberapa
tahun yang lalu saya berkunjung ke rumah seorang tetangga yang terkena struk. Dia
tengah diakupuntur oleh seorang terapis. Bisa dibilang semua anggota badannya
ada jarum semua. Mulai dari kepala , wajah, tangan, perut, dada, kaki.
Punggungnya nanti gentian setelah perut. Bayangkan, bagaimana ngerinya saya
melihat jarum-jarum panjang itu berjejer di badan sang tetangga. Satu jarus
saja bikin ngeri apalagi puluhan. (Tapi kabar baiknya akhirnya tetangga saya
itu sembuh dari struknya).
Tetapi,
mau tak mau saya mencoba juga tusukan jarum akupuntur sang terapis. Saat itu
terjadi global warming dan tubuh saya tidak kuat hingga selalu timbul bentol
besar-besar di badan. Tak ada hasilnya suntikan serta obat dari dokter kulit. Akhirnya
saya pun pasrah berkenalan dengan beberapa buah jarum akupuntur. Dalam hati
berdoa semoga tak harus lagi berurusan sama jarum-jarum panjang mengerikan itu.
Sekitar
lima tahun kemudian kami pindah rumah ke daerah Rancaekek. Di tempat baru inilah saya mulai akrab
dengan jarum akupuntur. Karena, banyak teman yang ternyata memiliki keahlian
akupuntur. Mulanya, suatu malah suamiku tak dapat tidur akibat dada dan
punggungnya sakit (B. Sunda: jejelengakan). Saya antar suami ke rumah teman
yang juga terapis. Ternyata, itu akibat angin yang sangat banyak dan lama
bersarang di dalam tubuh. Tak heran, sebab meja suami di kantornya tepat di
bawah AC. Alhamdulillah, setelah diakupuntur entah berapa puluh jarum sakitnya
jauh berkurang.
Saat
mengantar suami untuk diterapi ke dua kali, saya merasa penasaran ingin mencoba
juga diakupuntur karena saat itu saya pun kurang fit. (bukan penasaran sama
tusukannya tapi mupeng sama cepet sembuhnya). Apalagi saat saya tanya sakit
atau nggak suami bilang lebih sakit disuntik jarum biasa. (Saya memang lupa
lagi rasanya diakupuntur karena baru sekali). Tapi saat itu saya masih ada rasa
takut.
Saya
bilang sama terapisnya, “Teh, mau diakupuntur tapi ngeri. Coba dulu di tempat
yang nggak kelihatan ya, di punggung misalnya.”
Terapisnya
hanya tersenyum lalu bertanya, “Kerasa nggak, Teh?”
“Apanya
yang kerasa? Memang sudah disuntiknya?” saya heran karena tak merasa apa-apa. Ternyata
jarumnya sudah ditusukkan. Barulah setelah digoyang-goyang terasa agak nyetrum.
Makin Akrab dengan Jarum Akupuntur
Suatu
hari seorang teman menawarkan kerjasama
untuk menulis sebuat buku dengan deadline satu bulan. Terus terang, ini tema
buat saya, tapi tak mau mundur sebelum mencoba akhirnya saya menyanggupi.
Ternyata,
menulis tema yang baru dengan DL ketat itu sangat menguras energi. Dua minggu
mencurahkan banyak energi untuk menulis, dua minggu pula tubuh saya ambruk. Kepala
terasa sangat berat, badan terasa lemas tak terkira, mulut pahit, perut amat
sakit, dan dada terasa tak nyaman. Setelah beberapa hari mengonsumsi madu tapi
tak kunjung sembuh, akhirnya saya minta suami untuk diakupuntur. Saya memang
sangat jarang mengonsumsi obat kimia.
Teman
yang juga terapis memberikan banyak nasehat bermanfaat terkait dengan penyakit
saya. Setelah diakupuntur Alhamdulillah pusing berkurang, badan memiliki tenaga
sedikit, dada dan perut terasa lebih nyaman. Tapi terapis bilang saya harus
memaksakan diri mengonsumsi bubur meski mulut terasa pahit. Karena tubuh saya
benar-benar membutuhkan nutrisi.
Setelah
badan saya terasa lebih kuat, suami mengajak saya konsultasi dan terapi ke
rumah sehat langganan keluarganya di daerah Cileunyi. Alhamdulillah,
saya senang sekali karena menuruti ajakan suami. Ternyata, terapisnya luar
biasa. Beliau komunikatif sekali, memaparkan kondisi kesehatan dengan bahasa
yang mudah dipahami orang awam. Tak heran jika pasiennya berdatangan dari luar daerah Bandung. Akhirnya saya memahami mengapa bisa terjadi
sakit seperti ini, bagaimana penanganannya, juga makanan apa saja yang
dianjurkan serta pantang dimakan. Saat terapis menyuruh diakupuntur saya dengan
sukarela melakukannya.
Sejak
itu kami berlangganan konsultasi dan terapi dengan beliau. Beliau memang ramah
dan tak pelit ilmu, siapa pun yang konsultasi meski hanya via WA selalu
dijawabnya. Kalau badan terasa kurang enak maka yang terpikir adalah sudah waktunya
akupuntur. Tentu saja bukan kangen sama jarumnya, tapi ingin mendapatkan
sehatnya hehe ….
Ada
satu hal yang unik saat saya tinggal di Rancaekek ini. Teman-teman bahkan guru ngaji
kami itu ahli akupuntur. Nah, kalau pas ngaji ada yang sakit maka tak heran
jika kami ngaji sambil terpasang jarum akupuntur. Kadang juga antara peserta
pengajian saling tusuk jarum akupuntur hehe …. Bahkan kalau lagi sakit pas
jadwal ngaji lebih baik hadir, karena akan mendapat terapi gratis. Benar-benar
pengalaman unik tak terlupakan. Pemandangan ini membuat saya makin akrab dengan
jarum akupuntur.
Pengalaman Adik
Suatu
hari adik yang tinggal di rumah kami terserang penyakit typus. Kasihan sekali
melihatnya, apalagi saya punya tiga krucil sehingga tak sempat merawat adik. Setelah
seminggu dia terbaring lemas, makanan susah masuk dan tidur susah lelap. Saya mengajaknya
untuk diterapi akupuntur. Awalnya adik menolak, dia memang sama dengan kakaknya
takut sama jarum. Tapi setelah dibujuk akhirnya dia menyerah.
Adik
banyak mengeluhkan sakitnya pada terapis yang direspon denegan baik dan ramah.
“Teh,
nggak bisa tidur sudah beberapa hari.”
“Tenang,
sekarang dikasih obat tidur,” kata terapi sambil menusukkan satu jarum di
tempat yang tepat.
“Teh,
sudah beberapa hari nggak bisa buang angin.”
“Yuk
kita keluarin anginnya,” satu jarum lagi ditusukkan pada tempat yang pas.
“Teh,
nggak enak makan udah beberapa hari.”
“Ini
dikasih vitamin,” satu jarum tertancap lagi.
Begitu
seterusnya. Lucunya, setiap tusukan direspon adik dengan sebuah teriakan, “Teteeeh
… sini, pegangin.”
Ah,
sekarang bisa ngetawain adik, dulu mah
saya saya juga ketakutan lihat jarum. Bedanya, saya tak sampai jerit-jerit, Cuma
bilang, “Aww …. “ sambil nyengir.
Tapi
karena kondisinya yang lemah, meski menjerit-jerit tapi adik tak bisa kabur.
Selesai
diakupuntur adik sudah mulai bisa tersenyum, wajahnya pun tak sepucat saat baru
datang. Rasa sakitnya terbayar karena saat pulang dia sudah bisa tidur nyenyak
dan mulai mau makan.
Setelah
terapi akupuntur kedua kali Alhamdulillah sakit typusnya sembuh tanpa harus
dirawat di rumah sakit.
Sekarang
saya bisa bilang, jangan takut sama jarum akupuntur asal dilakukan oleh
ahlinya. Jadi, lebih sakit mana jarum suntik atau akupuntur? Kalau menurut saya
lebih sakit jarum suntik, buktinya cukup satu, tak akan mau disuntuk dua jarum
apalagi puluhan seperti jarum akupuntur hehe …
Oh
iya sekedar tips sedikit bagi yang ingin mulai mencoba terapi akupuntur:
ü Berpikir
positif
Akupuntur
merupakan terapi yang sudah terbukti bisa dipertanggungjawabkan, jadi jangan
takut. Sebelum diakupuntur niatkan untuk berikhtiar mendapatkan kesehatan.
ü Pilih
terapis yang benar-benar ahli
Jarum
akupuntur ditusukkan pada tempat tertentu sesuai kondisi pasien. Karena itu, Anda
harus memastikan bahwa sang terapis benar-benar ahli akupuntur artinya sangat
memahami titik-titik akupuntur.
ü Tenang
dan posisi nyaman
Berbeda
dengan jarum suntik yang setelah ditusukkan langsung dicabut lagi, jarum
akupuntur akan disimpan dulu selama beberapa puluh menit sesuai kebutuhan. Karena
lamanya itulah maka Anda harus merasa tenang dan berada pada posisi nyaman. Anda
tak bisa minta tiba-tiba cabut jarum saat merasa pegal, karena hal itu bisa
berakibat fatal. Misalnya, tiga puluh menit itu untuk menguatkan organ
tertentu, sedangkan dua puluh menit itu untuk melemahkannya.
ü Jika
ada rasa pegal atau nyetrum
Sebenarnya,
saat jarum ditusukkan bisa jadi kita tak merasakan apa-apa tapi bisa juga ada
rasa nyetrum atau pegal. Biasanya terapis akan menggoyang-goyang jarum hingga
terasa nyetrum atau pegal. Jangan khawatir, justru itu bagus karena artinya
jarum itu sudah pas menyentuh titik saraf yang badaan Anda butuhkan.
Apa
lagi ya? Itu dulu saja ya … Jika Anda punya pengalaman berkaitan dengan
akupuntur, mari sharing di kolom komentar. Semoga tulisan kita akan bermanfaat
bagi banyak orang. J
Pengalaman yang menarik, Mba. Selama ini saya hanya lihat akupuntur di film-film. Ternyata nggak sesakit yang dibayangkan. Kalau bisa tambahkan alamat lengkap tempat terapinya,Mba. Siapa tahu ada yang benar-benar membutuhkan meski dari luar kota.
BalasHapusMasukan yang bagus, mba ... Terima kasih
HapusSaya pernah waktu di Depok enak banget rasanya di badan
BalasHapusEnak udahnya ya, mba ....
HapusWah mbak saya juga takut hihi apalagi banyak banget jarumnya. Sekali waktu pas mau ambil darah aja takutnya bukan main. Makasih ya info dan sharingnya.
BalasHapusHihi kalau tahu enak hasilnya bakal mau lagi
HapusSaya pernah batuk parah, sementara saya sedang hamil muda. Dokter enggak berani kasih obat. Jadilah saya dirujuk ke dokter akupuntur. Dan diterapi sekali saja, di sekitar muka dan leher. Pertama ngeri lihat ratusan jarumnya. Tapi demi kesembuhan saya berusaha rileks saja..
BalasHapusDan Alhamdulillah, batuknya berkurang banyak. Tinggal dipakai istirahat, balur-balur, minum hangat. Beberapa hari kemudian sembuh
Wah di leher saya belum pernah, kalau di kepala pernah. Buat ngilsngin batuk juga cepet ternyata yaa
HapusWah, berkah ngaji ya mbak, dapat ilmu akhirat dapat pengobatan gratus pula, duh, bahagianya
BalasHapusHehe iya ... Berkahnya
HapusKalau antara jarum suntik ama jarum akupuntur aku lebih suka jarum arupuntur kayaknya. Soalnya kayak yang enak gitu kayak dipjit wkwkwk
BalasHapusHihi nggak kayak dipijit tapi nggak perih
HapusBelum pernah diakupuntur. Takuuut hehehe..
BalasHapusHehe sama saya juga awalnya takut
HapusKebetulan ayah saya master akupresur dan perintis peneliti akupunktur di Indonesia. Alhamdulillah bermanfaat bagi banyak orang ya saat ini.
BalasHapusWah masya Allah ... Jadi kepo sama ayahnya mba Dewi😊
HapusSuami pernah akupunktur. Sakit yg namanya Myestania Gravis, ada kaitan dng syaraf mata. Udh ke dokter, RS dicek macam², minum obat, blm berhasil. Sembuhnya akupunktur, 9X sesuai jadwal. Skrng kalo pengen aja, badan kurang enak, akupunktur...
BalasHapusMasya Allah sampai sembuh ya ... Ikut bahagia Bu ... Ada temen yg menderita Mystania juga. Saya coba kadih tahu beliau
HapusWah, saya juga pernah diakupunkur, engga sakit mb, malah enteng juga pusingnya.
BalasHapusEnak udahnya ya mba...
HapusWah, saya cuma pernah bekam. Belum pernah akupuntur, nih. Jadi tau lebih banyak dari tulisan teteh ini. Makasih infonya ;)
BalasHapusSama-sama, mba ... Cobalah, enak hasilnya😊
HapusBelum pernah punya pengalaman diakupuntur tapi penasaran juga lihatnya. Pernah sekali dibekam tapi rasanya pasti beda, ya?
BalasHapusBeda banget mba ... Akupuntur langsung ke saraf
HapusBelum pernah diakupuntur mabk. Takut saja lihat jarum tertusuk di badan, dimana-mana lagi heuu ngeri
BalasHapusHehe kalo udah nyoba nggak akan takut lagi, Bun
HapusWah pengalaman yang menarik nih. Kok saya jadi pengen coba akupuntur juga ya mbak? Kebetulan mama yg kena stroke juga terapi akupuntur. Tapi di Surabaya sama kakak jadi sy gak tahu
BalasHapusMudah2an mamanya cepet sembuh dengan ikhtiar akupuntur ya mba ...
Hapus