Assalamualaikum…
Selamat Pagi…
Bagaimana kabar Anda pagi ini? Semoga selalu penuh semangat
menyongsong hari yang lebih baik. Kali ini saya ingin berbagi cerita pengalaman
yang sangat berkesan buat saya. Ini sama sekali tak ada maksud sombong,
semata-mata ingin berbagi semangat. Selamat membaca!
Pernah tidak Anda tercengang-cengang dengan sebuah
pencapaian yang awalnya hal itu dikira di luar kemampuan? Saya pernah
mengalaminya, dan itu amazing banget.
Ceritanya, setelah menerbitkan buku pertama di sebuah
penerbit mayor, seorang teman menawari saya bergabung dalam sebuah proyek
membuat buku seri. Jelas, ini peluang yang sulit untuk ditolak penulis pemula
yang masih minim jaringan. Pada siang yang terik itu saya pun datang naik
angkot sambil membawa bayi ke kantor teman tersebut.
Ternyata, teman saya itu menawarkan untuk menulis beberapa
seri buku novel sains fiksi untuk anak. Deadline masing-masing judul dua hari @25 halaman. Fee yang ditawarkan sama dengan
harga sebuah artikel di majalah, bahkan lebih kecil. kata teman saya itu, jika
ingin mendapat lebih banyak, maka harus mengerjakan beberapa judul.
Saya terus terang bingung antara menerima dan menolak.
Bayangkan, sebelumnya saya tak pernah menulis novel anak dan ini ditantang
untuk menulisnya dalam waktu dua hari. Belum lagi nominal fee yang sangat
kecil, membuat kurang semangat.
Tapi teman saya pandai sekali meyakinkan bahwa saya pasti
bisa. Dia pun meminjamkan sebuah buku sebagai contoh dan panduan menulis. Saya
pikir sayang sekali jauh-jauh datang dengan segala pengorbanannya jika pulang
dengan tangan hampa. Lagi pula saya jadi penasaran untuk menantang diri
sendiri, bisa tidak menaklukkan deadline mepet plus menulis sesuatu yang belum
saya kuasai?
Sampai di rumah saya langsung mengatur strategi. Menghubungi
adik untuk meminjam komputernya, karena komputer di rumah kami rusak. Lalu
menghubungi teman yang punya taman bacaan untuk meminjam buku referensi yang
diperlukan. Hari itu juga seperangkat komputer diantarkan adik menggunakan
angkot dan buku referensi diantar langsung oleh teman. Untuk menyewa angkot dan
menyewa buku ini sudah menghabiskan lebih dari separuh fee menulis. Tapi saya
tidak menyerah, ada tujuan yang lebih besar dari sekedar uang untuk saat ini.
Sebelumnya tentu saya sudah minta izin suami untuk
mengerjakan proyek ini. Beliau sangat mendukung potensi istrinya. Maka saat
saya fokus menulis, beliau mengajak dua balita kami bermain keluar rumah
seharian.
Dengan konsentrasi penuh, saya mempelajari buku contoh yang
diberikan teman dan membaca buku-buku referensi. Tak ada waktu untuk
mencoba-coba, saya putuskan untuk menulis dengan ide pertama yang saya temukan.
Soal hasil akhirnya bagaimana nanti, yang penting naskah yang telah dimulai ini
harus selesai dalam waktu dua hari.
Kepala saya mulai pening, mungkin karena terlalu keras
berpikir. Istirahat sebentar sambil makan, shalat, atau sekedar rebahan
meluruskan pinggang, lalu kembali berpikir dan menulis lagi. Benar-benar
perjuangan, karena sebelumnya saya tak pernah menulis sengoyo ini.
Akhirnya naskah pun selesai. Tidak dua hari memang, tapi
empat hari. Mudah-mudahan teman saya bisa memaklumi. Ini pun membuat saya tepar
diserang flu. Tidak pede sebenarnya saat menyerahkan naskah ini, tapi yang
penting saya sudah mencoba.
Tahu tidak apa kata teman saya? Naskahnya keren! What,
benarkah? Ah, saya tidak tahu apa teman saya hanya bermaksud menyenangkan hati
saya atau memang naskahnya bagus. Yang jelas akhirnya buku itu beredar di
Gramedia.
Lelah akibat menulis sudah lama hilang, begitu pula fee
hasil menulis sudah lama habis. Tetapi ada yang tetap bertahan hingga saat ini,
yakni kebahagiaan yang saya rasakan. Kebahagiaan karena berhasil melakukan
sesuatu yang tadinya saya kira diluar kemampuan. Keberhasilan yang membuat saya
lebih percaya diri untuk mencoba hal-hal baru lainnya. Kepercayaan diri bahwa
saya tidak salah memilih menjadi seorang penulis, karena memiliki kemampuan
yang bisa dikembangkan dalam hal ini. Alhamdulillah.
Mbak Dedeh enak ya suami mendukung. Kalau suami saya sebaliknya. Saya harus bagi waktu dan cari cara sendiri kalau ingin menulis. Seringnya tengah malam baru luang untuk fokus menulis. Akibatnya sering drop sebab kurang istirahat. Terlebih saya ada 2 anak, 3 tahun dan baby belum genap 2 bulan yang hampir tidak pernah bisa ditinggal.
BalasHapusAh, saya jadi curhat ��
Alhamdulillah suami saya mendukung, Mba. Tapi bukan beirarti saya bisa menulis kapan saja. Cerita di atas saat kami baru punya dua anak. sekarang anak kami empat, yang bunsu bayi. Tanpa ART pula. Tpi menulis ini menjadi hiburan buat saya. Jadi saya sering nulis di hp saat bayi tenang. Semoga segera ada solusinya ya, Mba Rini :)
HapusHemm...cukup membakar nih semangat nih..😊
BalasHapusudah matang sekarang, Mba Sri? syukurlah kalu nambah semangat yaa...
HapusAh... saya pun gak pernah nulis cerita anak 😆 tapi pengalaman seperti ini juga pernah saya alami. Hanya saja job nya yang beda.
BalasHapusKita akan tau kemampuan kita sampai mana kalo tidak pernah mencoba ya bund, terima kasih sudah berbagi.
BalasHapusbetul, mba...sama-sama :)
HapusSangat menginspirasi, bisa jadi bahan bakar buat saya yang suka up and down ini, Mbak. Trims
BalasHapus