Minggu, 14 Januari 2018

BERANI MENCOBA, TEMUKAN POTENSI DIRI!


 Assalamualaikum… Selamat Pagi…

Bagaimana kabar Anda pagi ini? Semoga selalu penuh semangat menyongsong hari yang lebih baik. Kali ini saya ingin berbagi cerita pengalaman yang sangat berkesan buat saya. Ini sama sekali tak ada maksud sombong, semata-mata ingin berbagi semangat. Selamat membaca!

Pernah tidak Anda tercengang-cengang dengan sebuah pencapaian yang awalnya hal itu dikira di luar kemampuan? Saya pernah mengalaminya, dan itu amazing banget.

Ceritanya, setelah menerbitkan buku pertama di sebuah penerbit mayor, seorang teman menawari saya bergabung dalam sebuah proyek membuat buku seri. Jelas, ini peluang yang sulit untuk ditolak penulis pemula yang masih minim jaringan. Pada siang yang terik itu saya pun datang naik angkot sambil membawa bayi ke kantor teman tersebut.

Ternyata, teman saya itu menawarkan untuk menulis beberapa seri buku novel sains fiksi untuk anak. Deadline masing-masing judul dua hari  @25 halaman. Fee yang ditawarkan sama dengan harga sebuah artikel di majalah, bahkan lebih kecil. kata teman saya itu, jika ingin mendapat lebih banyak, maka harus mengerjakan beberapa judul.

Saya terus terang bingung antara menerima dan menolak. Bayangkan, sebelumnya saya tak pernah menulis novel anak dan ini ditantang untuk menulisnya dalam waktu dua hari. Belum lagi nominal fee yang sangat kecil, membuat kurang semangat.

Tapi teman saya pandai sekali meyakinkan bahwa saya pasti bisa. Dia pun meminjamkan sebuah buku sebagai contoh dan panduan menulis. Saya pikir sayang sekali jauh-jauh datang dengan segala pengorbanannya jika pulang dengan tangan hampa. Lagi pula saya jadi penasaran untuk menantang diri sendiri, bisa tidak menaklukkan deadline mepet plus menulis sesuatu yang belum saya kuasai?

Sampai di rumah saya langsung mengatur strategi. Menghubungi adik untuk meminjam komputernya, karena komputer di rumah kami rusak. Lalu menghubungi teman yang punya taman bacaan untuk meminjam buku referensi yang diperlukan. Hari itu juga seperangkat komputer diantarkan adik menggunakan angkot dan buku referensi diantar langsung oleh teman. Untuk menyewa angkot dan menyewa buku ini sudah menghabiskan lebih dari separuh fee menulis. Tapi saya tidak menyerah, ada tujuan yang lebih besar dari sekedar uang untuk saat ini. 

Sebelumnya tentu saya sudah minta izin suami untuk mengerjakan proyek ini. Beliau sangat mendukung potensi istrinya. Maka saat saya fokus menulis, beliau mengajak dua balita kami bermain keluar rumah seharian.

Dengan konsentrasi penuh, saya mempelajari buku contoh yang diberikan teman dan membaca buku-buku referensi. Tak ada waktu untuk mencoba-coba, saya putuskan untuk menulis dengan ide pertama yang saya temukan. Soal hasil akhirnya bagaimana nanti, yang penting naskah yang telah dimulai ini harus selesai dalam waktu dua hari.

Kepala saya mulai pening, mungkin karena terlalu keras berpikir. Istirahat sebentar sambil makan, shalat, atau sekedar rebahan meluruskan pinggang, lalu kembali berpikir dan menulis lagi. Benar-benar perjuangan, karena sebelumnya saya tak pernah menulis sengoyo ini.

Akhirnya naskah pun selesai. Tidak dua hari memang, tapi empat hari. Mudah-mudahan teman saya bisa memaklumi. Ini pun membuat saya tepar diserang flu. Tidak pede sebenarnya saat menyerahkan naskah ini, tapi yang penting saya sudah mencoba.

Tahu tidak apa kata teman saya? Naskahnya keren! What, benarkah? Ah, saya tidak tahu apa teman saya hanya bermaksud menyenangkan hati saya atau memang naskahnya bagus. Yang jelas akhirnya buku itu beredar di Gramedia.

Lelah akibat menulis sudah lama hilang, begitu pula fee hasil menulis sudah lama habis. Tetapi ada yang tetap bertahan hingga saat ini, yakni kebahagiaan yang saya rasakan. Kebahagiaan karena berhasil melakukan sesuatu yang tadinya saya kira diluar kemampuan. Keberhasilan yang membuat saya lebih percaya diri untuk mencoba hal-hal baru lainnya. Kepercayaan diri bahwa saya tidak salah memilih menjadi seorang penulis, karena memiliki kemampuan yang bisa dikembangkan dalam hal ini. Alhamdulillah.


8 komentar:

  1. Mbak Dedeh enak ya suami mendukung. Kalau suami saya sebaliknya. Saya harus bagi waktu dan cari cara sendiri kalau ingin menulis. Seringnya tengah malam baru luang untuk fokus menulis. Akibatnya sering drop sebab kurang istirahat. Terlebih saya ada 2 anak, 3 tahun dan baby belum genap 2 bulan yang hampir tidak pernah bisa ditinggal.
    Ah, saya jadi curhat ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah suami saya mendukung, Mba. Tapi bukan beirarti saya bisa menulis kapan saja. Cerita di atas saat kami baru punya dua anak. sekarang anak kami empat, yang bunsu bayi. Tanpa ART pula. Tpi menulis ini menjadi hiburan buat saya. Jadi saya sering nulis di hp saat bayi tenang. Semoga segera ada solusinya ya, Mba Rini :)

      Hapus
  2. Hemm...cukup membakar nih semangat nih..😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah matang sekarang, Mba Sri? syukurlah kalu nambah semangat yaa...

      Hapus
  3. Ah... saya pun gak pernah nulis cerita anak 😆 tapi pengalaman seperti ini juga pernah saya alami. Hanya saja job nya yang beda.

    BalasHapus
  4. Kita akan tau kemampuan kita sampai mana kalo tidak pernah mencoba ya bund, terima kasih sudah berbagi.

    BalasHapus
  5. Sangat menginspirasi, bisa jadi bahan bakar buat saya yang suka up and down ini, Mbak. Trims

    BalasHapus

Terima kasih sudah mampir dan berkomentar, mohon untuk tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih :)

Me Time dengan Bonus Glazed Skin

  Pernah tidak Emak merasa sangat lelah lahir batin? Melihat segala pekerjaan rumah seperti Melihat gunungan beban. Lalu melihat anak-an...