belajar berani dari hal kecil menyenangkan
(dokumen pribadi )
Setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi seorang pemberani.
Dan keberanian itu bukan sesuatu yang di dapat begitu saja. Banyak hal yang
dapat dilakukan orang tua di rumah untuk menumbuhkan dan memupuk keberanian
buah hatinya.
***
Akhir bulan April sekitar tiga tahun yang lalu, kami menemani
anak-anak tampil di panggung akhir tahun sekolah Mujahid dan Riyadh. Ini
sekolah baru mereka, Rayadh kelas satu dan Mujahid masuk kelas empat. Memang
sengaja lebih awal katanya supaya saat bulan Ramadhan nanti anak-anak tidak
terkuras energinya buat latihan. Penampilan kabaret kelas Mujahid ternyata di
akhir acara. Saat tiba waktunya mereka tampil, aku celingukan, manakah Mujahidku?
Maklum, jarak antara penonton dan panggung lumayan jauh. “Itu Kakak, Bunda!”
seru Riyadh. Oh iya, aku melihat Mujahid berusaha melakukan perannya dengan
baik meski dengan sikap agak malu-malu. Mataku berkaca-kaca. Aku bahagia sekali
melihat keberaniannya.
Untuk anak lain tampil di panggung boleh jadi merupakan hal biasa.
Dan aku juga mungkin tidak akan seterharu ini jika yang tampil itu Riyadh yang
lincah dan mudah bergaul itu. Tapi ini Mujadid, yang tahun lalu bertemu teman bermain
di jalan saja tidak berani nyapa.
Aku merasa sangat berterima kasih kepada wali kelasnya. Beliau
sangat memperhatikan karakter setiap anak didiknya. Untuk Mujahid yang cerdas
tapi pemalu itu, beliau punya strategi sendiri. Dalam setahun ini alhamdulillah
banyak kemajuan yang ia capai. Secara bertahap Mujahid berani ngobrol dengan
temannya, berani menjawab pertanyaan guru, berani mengikuti lomba berkelompok,
berani mendekati dan berbicara dengan guru jika ia ada keperluan, dll.
Tentu saja aku
tidak menyerahkan pendidikan anak-anakku sepenuhnya kepada pihak sekolah. Di
rumah, aku memberikan tanggung jawab kepada Mujadid sesuatu yang dapat dia
lakukan. Yang paling sering adalah menjaga dan menolong adik-adiknya serta
membelikan sesuatu ke warung. Mujahid juga suka jika diminta mengajarkan
sesuatu pada adik-adiknya, misalnya membuat origami. Mereka banyak sekali
tertawa saat membuat dan memainkan perahu, kamera, dan banyak bentuk lainnya. Mujahid
terlihat antusias dan senang saat melakukannya. Mungkin ia bahagia karena
merasa dibutuhkan oleh adik-adiknya. Sebaliknya adik-adiknya juga senang karena
dibantu membuat mainan baru. Aku pun bahagia melihat perkembangan ini. Satu hal
yang kupahami, sebagai anak sulung Mujadid akan bertambah rasa percaya dirinya
jika dia merasa dibutuhkan oleh adik-adiknya.
Meski laki-laki,
aku juga mengajari Mujahid memasak nasi. Awalnya dia enggan saat aku
mengajarinya, tapi akhirnya mau juga. Ia girang sekali setelah mengetahui ternyata
menanak nasi itu mudah sekali. Sekali diajarkan langsung bisa. Aku lihat ia
tertawa terus saat menceritakan keterampilan barunya itu pada ayah dan saudaranya.
Dan setelah itu kepercayaan dirinya makin bertambah untuk mencoba hal baru. Aku
tentu saja bahagia, karena kepercayaan dirinya yang meningkat selain juga
karena ada yang menolongku menanak nasi ketika aku sakit misalnya. Satu hal lagi aku pelajari darinya, jika anak
didorong untuk berani mencoba hal baru dan dia mau melakukannya, maka kepercayaan
dirinya akan semakin besar untuk melakukan hal baru lainnya.
Ingatanku melayang
pada masa-masa Mujahid awal masuk TK. Aku dan Mujahid survey ke beberapa TK
yang menurutku bagus. Akhirnya dia memilih untuk sekolah di sekolah alam. Aku
setuju, kuharap dia akan tumbuh menjadi anak kuat dan pemberani. Sebelumnya,
Mujahid nyaris tidak punya teman bermain sebaya di rumah, maka ia agak
kesulitan untuk bergaul ditambah sifat dasarnya yang pemalu. Aku mengira ia
baru mau naik jemputan tanpa kutemani setelah sebulan atau dua bulan. Maka aku
menyiapkan diri untuk hal itu.
Ternyata aku
salah, setelah seminggu aku temani ia langsung bilang, “Bunda nggak usah ikut
ke sekolah, Aku mau sendiri aja.” Subhanalloh, betapa terharu dan bahagianya
hatiku. Tak menyangka bahwa kemandiriannya akan tumbuh secepat ini. Maka mulai
minggu depannya ia pun pulang pergi naik mobil jemputan. Aku sangat berterima
kasih pada anak-anak kakak kelas Mujahid yang suka menjemput ke rumah saat akan
berangkat.
Menurut guru TK
nya, Mujahid itu seperti mesin diesel. Susah panasnya tapi kalau sudah panas
mantap jalannya. Katanya, dia lebih banyak diam dan bersahabat dengan yang
pendiam juga. Tapi kalau dia sudah merasa nyaman, jiwa kepemimpinannya langsung
kelihatan. Menurut pengamatanku, Mujahid memang pendiam tapi dia sangat
tertarik untuk bergabung dengan teman-temannya. Ketika dia menyendiri bukan
berarti dia menarik diri, tapi karena dia tidak tahu caranya bergabung bersama
teman. Buktinya, jika ada orang dewasa yang membantunya untuk bergabung dengan
teman sebayanya, ia akan dengan senang hati mengikutinya.
Aku menyadari,
pemalu adalah sifat dasar Mujahid yang tak akan bisa dihilangkan selamanya.
Maka tugasku sebagai ibu bukan untuk menghilangkan sifat pemalunya. Aku hanya
bertugas untuk membuat sifat pemalunya tidak menghalanginya untuk menjadi anak
pemberani dan memiliki kepercayaan diri untuk mengoptimalkan potensinya. Salah
satu caranya dengan memberinya amanah atau tantangan baru. Dan imbalan untuk
itu aku mendapatkan sebentuk perasaan bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir dan berkomentar, mohon untuk tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih :)