Minggu, 14 Januari 2018

Anak Pemberani, Bunda Bahagia


belajar berani dari hal kecil menyenangkan
(dokumen pribadi ) 
Setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi seorang pemberani. Dan keberanian itu bukan sesuatu yang di dapat begitu saja. Banyak hal yang dapat dilakukan orang tua di rumah untuk menumbuhkan dan memupuk keberanian buah hatinya.
***
Akhir bulan April sekitar tiga tahun yang lalu, kami menemani anak-anak tampil di panggung akhir tahun sekolah Mujahid dan Riyadh. Ini sekolah baru mereka, Rayadh kelas satu dan Mujahid masuk kelas empat. Memang sengaja lebih awal katanya supaya saat bulan Ramadhan nanti anak-anak tidak terkuras energinya buat latihan. Penampilan kabaret kelas Mujahid ternyata di akhir acara. Saat tiba waktunya mereka tampil, aku celingukan, manakah Mujahidku? Maklum, jarak antara penonton dan panggung lumayan jauh. “Itu Kakak, Bunda!” seru Riyadh. Oh iya, aku melihat Mujahid berusaha melakukan perannya dengan baik meski dengan sikap agak malu-malu. Mataku berkaca-kaca. Aku bahagia sekali melihat keberaniannya.

Untuk anak lain tampil di panggung boleh jadi merupakan hal biasa. Dan aku juga mungkin tidak akan seterharu ini jika yang tampil itu Riyadh yang lincah dan mudah bergaul itu. Tapi ini Mujadid, yang tahun lalu bertemu teman bermain di jalan saja tidak berani nyapa.

Aku merasa sangat berterima kasih kepada wali kelasnya. Beliau sangat memperhatikan karakter setiap anak didiknya. Untuk Mujahid yang cerdas tapi pemalu itu, beliau punya strategi sendiri. Dalam setahun ini alhamdulillah banyak kemajuan yang ia capai. Secara bertahap Mujahid berani ngobrol dengan temannya, berani menjawab pertanyaan guru, berani mengikuti lomba berkelompok, berani mendekati dan berbicara dengan guru jika ia ada keperluan, dll.
            
Tentu saja aku tidak menyerahkan pendidikan anak-anakku sepenuhnya kepada pihak sekolah. Di rumah, aku memberikan tanggung jawab kepada Mujadid sesuatu yang dapat dia lakukan. Yang paling sering adalah menjaga dan menolong adik-adiknya serta membelikan sesuatu ke warung. Mujahid juga suka jika diminta mengajarkan sesuatu pada adik-adiknya, misalnya membuat origami. Mereka banyak sekali tertawa saat membuat dan memainkan perahu, kamera, dan banyak bentuk lainnya. Mujahid terlihat antusias dan senang saat melakukannya. Mungkin ia bahagia karena merasa dibutuhkan oleh adik-adiknya. Sebaliknya adik-adiknya juga senang karena dibantu membuat mainan baru. Aku pun bahagia melihat perkembangan ini. Satu hal yang kupahami, sebagai anak sulung Mujadid akan bertambah rasa percaya dirinya jika dia merasa dibutuhkan oleh adik-adiknya.

            Meski laki-laki, aku juga mengajari Mujahid memasak nasi. Awalnya dia enggan saat aku mengajarinya, tapi akhirnya mau juga. Ia girang sekali setelah mengetahui ternyata menanak nasi itu mudah sekali. Sekali diajarkan langsung bisa. Aku lihat ia tertawa terus saat menceritakan keterampilan barunya itu pada ayah dan saudaranya. Dan setelah itu kepercayaan dirinya makin bertambah untuk mencoba hal baru. Aku tentu saja bahagia, karena kepercayaan dirinya yang meningkat selain juga karena ada yang menolongku menanak nasi ketika aku sakit misalnya.  Satu hal lagi aku pelajari darinya, jika anak didorong untuk berani mencoba hal baru dan dia mau melakukannya, maka kepercayaan dirinya akan semakin besar untuk melakukan hal baru lainnya.

            Ingatanku melayang pada masa-masa Mujahid awal masuk TK. Aku dan Mujahid survey ke beberapa TK yang menurutku bagus. Akhirnya dia memilih untuk sekolah di sekolah alam. Aku setuju, kuharap dia akan tumbuh menjadi anak kuat dan pemberani. Sebelumnya, Mujahid nyaris tidak punya teman bermain sebaya di rumah, maka ia agak kesulitan untuk bergaul ditambah sifat dasarnya yang pemalu. Aku mengira ia baru mau naik jemputan tanpa kutemani setelah sebulan atau dua bulan. Maka aku menyiapkan diri untuk hal itu.

            Ternyata aku salah, setelah seminggu aku temani ia langsung bilang, “Bunda nggak usah ikut ke sekolah, Aku mau sendiri aja.” Subhanalloh, betapa terharu dan bahagianya hatiku. Tak menyangka bahwa kemandiriannya akan tumbuh secepat ini. Maka mulai minggu depannya ia pun pulang pergi naik mobil jemputan. Aku sangat berterima kasih pada anak-anak kakak kelas Mujahid yang suka menjemput ke rumah saat akan berangkat.

            Menurut guru TK nya, Mujahid itu seperti mesin diesel. Susah panasnya tapi kalau sudah panas mantap jalannya. Katanya, dia lebih banyak diam dan bersahabat dengan yang pendiam juga. Tapi kalau dia sudah merasa nyaman, jiwa kepemimpinannya langsung kelihatan. Menurut pengamatanku, Mujahid memang pendiam tapi dia sangat tertarik untuk bergabung dengan teman-temannya. Ketika dia menyendiri bukan berarti dia menarik diri, tapi karena dia tidak tahu caranya bergabung bersama teman. Buktinya, jika ada orang dewasa yang membantunya untuk bergabung dengan teman sebayanya, ia akan dengan senang hati mengikutinya.

            Aku menyadari, pemalu adalah sifat dasar Mujahid yang tak akan bisa dihilangkan selamanya. Maka tugasku sebagai ibu bukan untuk menghilangkan sifat pemalunya. Aku hanya bertugas untuk membuat sifat pemalunya tidak menghalanginya untuk menjadi anak pemberani dan memiliki kepercayaan diri untuk mengoptimalkan potensinya. Salah satu caranya dengan memberinya amanah atau tantangan baru. Dan imbalan untuk itu aku mendapatkan sebentuk perasaan bahagia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir dan berkomentar, mohon untuk tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih :)

Me Time dengan Bonus Glazed Skin

  Pernah tidak Emak merasa sangat lelah lahir batin? Melihat segala pekerjaan rumah seperti Melihat gunungan beban. Lalu melihat anak-an...