Seperti malam-malam sebelumnya, saat semua orang terlelap dibalik
selimut tebal mereka, khalifah Umar bin Khattab berkeliling mengitari rumah
penduduk. Badannya yang gagah tinggi besar dipadukan dengan hati yang sangat
mencntai rakyatnya membuat Umar ringan dan mantap melangkahkan kaki.
Malam itu dari ia
melihat nyala api kecil dan rintihan seorang wanita yag sangat lirih. Rupanya
nyala api dan rintihan itu dating dari sebuah tenda sederhana. Di depan tenda
itu Umar menemukan seorang laki-laki yang tengah mondar-mandir dengan wajah
kebingungan. Umar pun bertanya apa gerangan yang terjadi? Rupanya rintihan di
dalam tenda itu keluar dari mulut istri sang lelali yang tengah kesakitan
karena akan melahirkan. Sebagai pendatang dan miskin pula ia tidak tahu harus
berbuat apa saat istrinya mau melahirkan di malam hari itu. Sang khalifah
segera tanggap apa yang harus dilakukannya 1untuk menolong suami istri
tersebut. Ia segera pulang menemui istrinya, Ummu Kultsum. “Wahai istriku, ada
seorang istri yang butuh bantuan untuk melahirkan, apakah engkau akan mengambil
lading pahala ini?” tanyanya. Sebagai istri solehah tentu saja Ummu Kultsum
menyambut gembira tawaran itu meski harus menembus dinginnya malam. Umar segera
menyiapkan bahan-bahan makanan sementara sang istri menyiapkan keperluan
persalinan.
Tanpa canggung di
tenda lelaki pendatang itu khalifah segera menyalakan api dan mulai memasak
sementara sang istri membantu persalinan. Terharu tiada terkira hati sang
lelaki miskin, mendapati orang-orang yang rela menolong tanpa pamrih di tengah
dinginnya malam pada orang yang tidak dikenal pula. Ia berkata pada Umar,
“Engkau sungguh lebih pantas menjadi khalifah karena kebaikanmu.”
Tiba-tiba dari
dalam tenda terdegar tangisan bayi disusul dngan suara Ummu Kultsum, “Wahai
Amirul mukminin, beritahukan temanmu bahwa bayinya telah lahir dengan selamat.”
Terkejut luar
biasa sang lelaki saat mengetahui bahwa ternyata yang dihadapannya itu adalah
khalifah Umar bin Khattab sendiri. Ia segera meminta maaf dengan
sungguh-sungguh. Umar menenangkan lelaki itu dan mengatakan bahwa esok hari
sang lelaki diminta mendatangi baitul maal untuk mendapatkan bantuan negara.
***Allah
swt berfirman, “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka
mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada
Kami lah mereka selalu menyembah.” (QS. Al Anbiya: 73)
***Abu
maryam al’ azdy r.a berkata kepada muawiyah: saya telah mendengar rasulullah
saw bersabda: siapa yang diserahi oleh allah mengatur kepentingan kaum
muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka allah
akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari qiyamat. Maka kemudian
muawiyah mengangkat seorang untuk melayani segala hajat kebutuhan orang-orang
(rakyat). (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir dan berkomentar, mohon untuk tidak meninggalkan link hidup. Terima kasih :)